Kamu suka melampiaskan rasa stres kamu pada makanan? Kalau benar, berarti kamu sedang melakukan emotional eating. Sebuah studi dari Universitas Airlangga menemukan adanya korelasi positif antara stres kerja dan emotional eating pada pekerja.
Ternyata, ketika tuntutan pekerjaan meningkat, banyak orang tanpa sadar melampiaskan emosi mereka melalui makanan. Padahal, kebiasaan ini dapat mengganggu produktivitas kerja loh! Lantas, bagaimana hal ini bisa terjadi? Kawan Seribu, yuk simak penjelasannya berikut ini!
Apa itu Emotional Eating?
Emotional eating adalah kebiasaan mengonsumsi makanan secara berlebihan sebagai respons terhadap emosi, bukan karena respon fisiologis atau benar-benar merasa lapar.
Perilaku ini sering muncul saat seseorang merasa stres, cemas, sedih, atau bahkan bahagia. Oleh karena itu, emotional eating biasanya dilakukan seseorang sebagai upaya untuk melepaskan stres, menghibur diri, meningkatkan suasana hati, atau sebagai self-reward untuk diri sendiri.
Lebih lanjut, menurut penelitian Meule dkk (2018), ada empat dimensi emosi yang dapat memicu emotional eating:
1. Kebahagiaan (Happiness)
Emosi positif yang tidak terkontrol bisa membuat seseorang makan lebih banyak atau secara hedonis untuk memuaskan keinginan sesaat.
2. Kesedihan (Sadness)
Perasaaan sedih yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi makan seseorang sebagai bentuk ‘obat’ atau pelarian untuk menghibur diri.
3. Kemarahan (Anger)
Saat seseorang marah, biasanya munculnya kecenderungan untuk makan secara impulsif seperti makan terlalu cepat, tidak teratur, dan ceroboh dalam memilih jenis makanan.
4. Kecemasan (Anxiety)
Ketika menghadapi rasa cemas, beberapa orang cenderung mengatasinya secara tidak sadar dengan mengalami perilaku makan yang berubah secara tidak stabil.
Hubungan Stres Kerja dan Emotional Eating
Stres kerja terjadi ketika seseorang tidak dapat menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dengan kapasitas kemampuan dirinya. Biasanya stres kerja disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja yang tidak nyaman, serta tekanan dari atasan atau rekan kerja. Menurut World Health Organization (WHO), stres kerja dapat menjadi ancaman utama kesehatan manusia.
Saat stres, tubuh melepaskan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang meningkatkan nafsu makan. Akibatnya banyak pekerja yang memilih makan untuk memuaskan hasrat mereka karena tidak mampu mengatasi masalah yang sedang dialami. Perilaku ‘melarikan diri’ ke makanan inilah yang dinamakan emotional eating.
Baca Juga: Stres pada Anak Muda dapat Picu Stroke
Dampak Emotional Eating pada Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah tolak ukur keberhasilan karyawan dalam menyelesaikan tugas secara optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
Emotional eating dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas makan yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja seseorang. Berikut adalah penjelasan lengkapnya.
1. Penurunan Semangat Kerja
Seseorang yang melakukan emotional eating karena stres kerja cenderung memilih makanan yang tinggi kalori dan lemak. Jika perilaku ini dibiasakan akan mengakibatkan kelebihan asupan energi yang menyebabkan seseorang mengalami obesitas dan overweight.
Oleh karena itu, asupan makan yang berlebih dapat mengganggu kesehatan dan menurunkan semangat kerja seseorang seperti merasa malas, mengantuk, dan menurunkan kecepatan dalam bekerja.
2. Penurunan Konsentrasi
Selain emotional eating pada asupan makanan berlebih, beberapa orang juga memilih untuk mengurangi makan, mulai dari jarang hingga tidak makan sama sekali. Padahal, kurangnya asupan makan dapat menurunkan konsentrasi dan ketelitian saat bekerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja.
Tips Mengatasi Stres Kerja dan Emotional Eating
Wah, ternyata emotional eating yang disebabkan oleh stres kerja dapat berdampak buruk ke produktivitas kerja ya, Kawan Seribu! Oleh karena itu, berikut beberapa strategi untuk meminimalkan dampak stres dan emotional eating:
1. Manajemen Waktu yang Efektif
Untuk mengurangi stres kerja, kamu dapat membuat to-do list yang realistis dalam menyelesaikan beban kerja. Jangan lupa juga melakukan micro-break yang positif setiap 1-2 jam kerja seperti melakukan stretching, minum air putih, dan berjalan keluar sebentar.
2. Jadikan Self Care sebagai Prioritas, Bukan Hadiah
Mulai lakukan self care dengan menjaga pola hidup yang sehat seperti makan bergizi seimbang serta membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak untuk menjaga mood tetap stabil. Selain itu, kamu juga dapat melakukan olahraga rutin untuk membantu mengelola stres dan selalu pastikan tidur yang cukup, 7-8 jam dalam sehari ya!
Baca Juga: Edukasi Gizi Seimbang dan Pembatasan GGL oleh Seribu Projects
3. Membangun Jaringan Pendukung sebagai Support System
Agar kamu dapat mengelola stres dengan efektif, kamu dapat mulai dengan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menghindari sifat workaholic yang berlebihan. Selain itu, kamu juga dapat membangun komunikasi dengan rekan kerja, teman, atau keluarga ketika merasa kewalahan loh!
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres kerja dapat berdampak pada perilaku emotional eating. Jika tidak dikelola, kebiasaan ini dapat menurunkan produktivitas dan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting menerapkan manajemen stres yang baik serta pola hidup seimbang agar kamu bisa terhindar dari emotional eating dan tetap produktif!
Referensi:
- Handayani, Y., & Fachrin, S. A. (2022). Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Karyawan PT. Prima Karya Manunggal Kabupaten Pangkep. Window of Public Health Journal, 3(1), 179-189.
- Laili, N. Hubungan stres kerja, emotional eating, dan pola konsumsi makan dengan status gizi pada pegawai UIN Walisongo Semarang.
- Meule, A., Reichenberger, J., & Blechert, J. (2018). Development and preliminary validation of the Salzburg emotional eating scale. Frontiers in psychology, 9, 88.
- Rahmawati, Y. D., Khasanah, L., & Wahyani, A. D. (2023). Hubungan Asupan Kalori, Kebiasaan Sarapan dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Karyawan Universitas Muhadi Setiabudi. Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan (JIGK), 4(02), 20-25.
- Suyatno, A., Leuhery, F., Agustinus, J. W., Lubis, F. M., & Harahap, M. A. K. (2023). Pengaruh Flexible Working Space Dan Organizational Culture Terhadap Produktivitas Kerja: Literature Review Manajemen Sumber Daya Manusia. Journal of Economic, Bussines and Accounting (COSTING), 7(1), 770-777.