Makanan kemasan banyak digemari di kalangan anak-anak. Sayangnya, banyak dari mereka tak menyadari bahwa konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (GGL) berlebih dapat berdampak buruk bagi kesehatan, salah satunya dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif sejak usia dini.
Meski informasi gizi sudah tercantum di label kemasan, anak-anak sering mengabaikannya karena kurangnya kesadaran atau pengetahuan mereka dalam membacanya. Padahal, memahami informasi ini penting untuk membantu mereka mengontrol asupan GGL agar tidak berlebih.
Oleh karena itu, edukasi mengenai pembatasan GGL dan cara membaca label kemasan di kalangan anak-anak memiliki urgensi tersendiri. Kali ini, yuk simak kisah Baiti Rahma Asy-Syifa, seorang NutriWISE Ambassador asal Jawa Tengah yang mengedukasi pembatasan GGL pada anak TK dan SD di Purwokerto!
Baiti, Sosok di Balik Sosialisasi Pembatasan GGL di Purwokerto
Baiti Rahma Asy-Syifa atau yang akrab dipanggil Baiti merupakan salah satu NutriWISE Ambassador 2024 yang berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah. Selain itu, Baiti juga merupakan salah satu founder dari Inside Food Labels, sebuah organisasi di bidang Label Pangan dan Gizi.
Melalui pengalamannya di Inside Food Labels inilah Baiti menjadi peduli terhadap isu pembatasan GGL. Tepatnya pada 2023 silam, Baiti bersama Inside Food Labels sudah pernah melakukan proyek sosial mengenai pembatasan GGL kepada anak SMA di Semarang.
Tak hanya sampai di situ, dengan latar belakangnya sebagai lulusan Teknologi Pangan, Baiti juga peduli terhadap isu pembatasan GGL terutama kaitannya dengan industri pangan. Di mana industri pangan saat ini itu memang banyak memproduksi makanan kemasan. Pada beberapa produk pun ada makanan kemasan yang memiliki kadar GGL yang tinggi.
Untuk itu, Baiti termotivasi untuk berkontribusi dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkhususnya pada generasi muda bahwa makanan kemasan itu boleh dikonsumsi asalkan konsumen peduli terhadap kandungan GGL-nya.
“Karena sekarang penyakit degeneratif atau penyakit yang tidak menular itu nggak cuman untuk orang-orang yang sudah tua, tapi sekarang orang-orang muda juga ada potensi untuk terkena penyakit degeneratif, misalkan hipertensi, kemudian diabetes, dan sebagainya gitu,” jelas Baiti.
Sosialisasi Pembatasan GGL untuk Generasi Sehat Sejak Dini
Melalui program NutriWISE 2024, Baiti bersama dengan Inside Food Labels berhasil menyelenggarakan proyek sosial bertajuk “Gizi Seimbang, Senyum Berkembang” di TPQ Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah pada Kamis (31/10/2024) lalu. Acara sosialisasi ini dihadiri oleh 29 orang anak-anak yang umurnya berkisar antara 5-11 tahun.
Adapun sosialisasi ini berfokus memberikan pemahaman kepada peserta tentang pentingnya gizi seimbang dan memilih makanan kemasan yang tidak mengandung GGL tinggi. Oleh karena itu, Baiti memaknai “Gizi Seimbang, Senyum Berkembang” ini sebagai bentuk upaya dalam mengoptimalkan gizi seimbang pada anak, sehingga anak dapat menjadi sehat dan lebih bahagia.
Lebih lanjut, Baiti menjelaskan bahwa proyek sosialnya ini berfokus pada anak-anak yang notabenenya masih duduk di bangku TK dan SD.
“Jadi, pengen dengan adanya sosial proyek itu mereka lebih aware terhadap (GGL di) jajanan kemasan yang mereka konsumsi sehari-hari,” imbuh Baiti.
Untuk memastikan edukasi yang efektif dan berdampak nyata di kalangan anak-anak, proyek sosial yang dijalankan Baiti ini melalui beberapa tahapan penting, dimulai dari persiapan yang meliputi pelatihan Ambassador, sesi konsultasi bersama mentor, dan pembuatan proposal proyek.
Kemudian pada hari pelaksanaan sosialisasi, Baiti juga menggunakan pendekatan interaktif untuk menyampaikan materi terkait Gizi Seimbang yang terdiri dari “Isi Piringku” dan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) pada kemasan produk.
Strategi Efektif dalam Sosialisasi Pembatasan GGL pada Anak
Meski demikian, Baiti mengaku sempat tidak menyadari tantangan yang dihadapinya ketika memilih anak-anak sebagai target pesertanya seperti fokus anak yang pendek dan sangat mudah terdistraksi saat mendengarkan materi.
Namun, dengan menerapkan sosialisasi yang interaktif dan menyenangkan Baiti mampu menghadapi tantangan ini pada hari pelaksanaan. Untuk menjaga fokus anak-anak, Baiti sering menyelipkan ice-breaking di tengah-tengah sesi pemberian materinya.
“Materi (yang diberikan) mungkin sekitar 30-40 persen, sisanya itu adalah sesi tanya jawab dan games. Jadi cara agar nggak membosankan (bagi anak) itu lebih banyak porsi untuk games-nya supaya (anak) terlibat dalam sesi social project tersebut,” jelas Baiti.
Lebih lanjut Baiti juga menjelaskan melalui sesi tanya jawab ini, ia dapat melihat anak-anak dapat mengerti materi yang disampaikan dengan mereka yang mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan ekspektasinya.
Selain itu, partisipasi aktif anak-anak dalam sosialisasi ini juga memunculkan salah satu topik diskusi menarik tentang kebiasaan mengonsumsi mi instan bersama dengan nasi. Baiti sangat menyayangkan kebiasaan ini sudah tertanam sejak dini pada anak dan sering kali mendapat pengabaian dari orang tua.
Padahal sejatinya mi dan nasi sama-sama merupakan karbohidrat, sehingga jika kebiasaan ini sering dilakukan dapat menimbulkan risiko kesehatan pada anak seperti menyebabkan malnutrisi, memicu diabetes, meningkatkan risiko obesitas, dan gangguan kesehatan lainnya.
Menggerakkan Perubahan Melalui Sosialisasi Pembatasan GGL
Bagi Baiti, program NutriWISE 2024 ini merupakan sebuah permulaan yang bagus dalam gerakan pembatasan GGL yang dilakukan oleh generasi muda. Di mana anak-anak zaman sekarang, khususnya mereka yang duduk di bangku SMA dan kuliah dapat berperan sebagai agen perubahan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pembatasan GGL.
Terlebih, Baiti memang sangat peduli terhadap konsumsi GGL pada makanan kemasan, sehingga Baiti berpesan agar masyarakat mulai dapat peduli terhadap informasi yang ada di pangan kemasan.
“Misalkan gulanya 16 gram di minuman kemasan itu, kita bisa cek 16 gram itu seberapa banyak, dan anjuran dari Kemenkes terhadap asupan gula sehari-hari itu berapa banyak, jadi kita bisa compare antara apa yang ada di informasi nilai gizi dengan apa yang kita butuhkan sehari-hari,” ungkap Baiti.
Hal ini pun juga berlaku untuk informasi terhadap takaran saji. Baiti juga memberikan contoh, jika di pangan kemasan itu ternyata takaran sajinya 3-4 sajian per kemasan, maka seharusnya satu makanan kemasan itu bisa dibagi dalam 3-4 kali makan atau dimakan bersama 3-4 orang. Jadi tidak boleh dihabiskan dalam satu kali makan.
#NutriWISE #SosialisasiPembatasanGGL #EdukasiGizi #PembatasanKonsumsiGGL #KesehatanAnak #Gizi Seimbang