Konsumsi harian terhadap Gula, Garam, dan Lemak (GGL) yang berlebihan masih menjadi salah satu penyebab timbulnya Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia. Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang awam soal pembatasan GGL ini.
Padahal, berdasarkan data The Global Burden of Disease 2019 and Injuries Collaborators 2020, PTM menyebabkan 80% kasus kematian di Indonesia. Coba bayangkan, jika kebiasaan konsumsi GGL berlebih ini dibiarkan, generasi mendatang kemungkinan akan menghadapi risiko kesehatan yang serius. Oleh karena itu, kita butuh perubahan sekarang!
Salah satu langkah nyata Seribu Project dalam mewujudkan Indonesia bebas malnutrisi disalurkan melalui pelaksanaan program NutriWISE pada 2024 silam. Dalam artikel kali ini, mari simak kisah inspiratif Afrianto Rehiara, seorang NutriWISE Ambassador 2024 asal Maluku yang berhasil mengadakan edukasi pembatasan GGL di daerahnya.
Afrianto, NutriWISE Ambassador 2024 Asal Maluku
Afrianto Rehiara merupakan NutriWISE Ambassador 2024 yang saat ini tinggal di Ambon, Maluku. Awalnya, Afrianto memang tidak menyadari pentingnya pembatasan GGL dalam pola makan sehari-hari. Namun, saat ia menemukan informasi mengenai program NutriWISE di media sosial, ia merasa bahwa edukasi pembatasan GGL ini penting dan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerahnya.
Oleh karena itu, meskipun tidak berasal dari latar belakang kesehatan ataupun gizi, Afrianto tetap dapat mengamati dan menyadari masih banyak kebiasaan pola makan tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat Ambon. Salah satu contoh uniknya adalah kebiasaan makan mangga muda yang dicelupkan ke dalam bumbu penyedap rasa.
“Kita itu (anak-anak) kecil itu suka (makan) kayak gitu. Bukan tren juga, tapi karena emang mungkin turun-temurun ya, karena kita lihat orang-orang suka makan kayak gitu dan kita lihatnya (seperti) enak, jadi anak-anak itu semua pada ikut gitu. Padahal kita nggak tahu bahwa itu sangat nggak bagus buat kesehatan kita,” cerita Afrianto.
Selain melihat kebiasaan pola makan yang kurang sehat pada anak muda, Afrianto juga turut memperhatikan makanan khas daerahnya yang kurang sehat. Contohnya adalah Papeda, makanan berkuah kuning dengan rasa asam-pedas.
Sejatinya, Indonesia memang memiliki makanan daerah yang beragam mulai dari variasi rasa hingga bahan yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia itu sendiri. Namun, perlu dipahami bahwa beberapa makanan daerah juga mengandung GGL yang tinggi sehingga perlu dikonsumsi dengan bijak.
Dengan demikian, berangkat dari keresahannya terhadap budaya dan pola makan masyarakat setempat, Afrianto jadi termotivasi untuk membawa perubahan nyata di daerahnya melalui edukasi pembatasan GGL pada proyek sosialnya.
Gizi Power Up: Dari Ide Hingga ke Aksi Nyata
Berkolaborasi dengan Nutrifood, Afrianto berhasil menyelenggarakan edukasi pembatasan GGL bertajuk “Gizi Power Up” di NutriHub Ambon, Maluku pada Sabtu (19/10/2024) silam. Acara ini juga berhasil menghadirkan peserta dari berbagai kalangan seperti siswa SMA, mahasiswa, Dewan Kerja Ranting Sirimau, dan komunitas Gerakan Mengajar Desa Maluku.
Selain itu, Afrianto juga turut menggaet Duta Generasi Berencana (GenRe) Provinsi Maluku 2024, Duta GenRe Indonesia 2024, Duta Inspirasi Maluku 2024, dan Duta SMA Provinsi Maluku 2024 sebagai fasilitator acara sehingga edukasi pembatasan GGL ini dapat sukses berjalan.
Adapun tema “Gizi Power UP” yang digagas oleh Afrianto ini memiliki makna gizi sebagai salah satu hal atau kekuatan utama dalam menjalani hidup. Lebih lanjut Afrianto menegaskan, “Kalau misalnya (kita) menjaga gizi, kesehatan kita akan terjamin sampai kita (di) hari tua nanti, gitu.”
Oleh karena itu dalam pelaksanaan proyek sosialnya, Afrianto telah menyusun secara komprehensif materi pembatasan GGL yang bermanfaat dan praktis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi-materi tersebut adalah pengetahuan umum Pembatasan GGL, metode makan dengan gizi seimbang melalui “Isi Piringku”, serta edukasi membaca komposisi pada label kemasan makanan yang mendapatkan perhatian khusus dari peserta.
“Karena di sini anak-anak pada suka makan aja, nggak lihat komposisi makanannya. Padahal di situ semua tercantum seharusnya (porsi makanannya) dibagi dua, tapi mereka makan semua pada saat itu juga, makanya aku langsung berikan materinya,” ucap Afrianto.
Temuan Menarik: Kenyang Belum Tentu Sehat
Selama pelaksanaan proyek sosialnya, Afrianto juga banyak menemukan hal menarik mengenai stigma kesehatan dan gizi dari para pesertanya, terutama terkait makan kenyang tanpa memikirkan porsi gizi yang dimakan.
Dalam hal ini, banyak dari pesertanya yang meyakini bahwa makan dengan kenyang itu merupakan definisi dari kesehatan yang baik. Padahal sejatinya, kesehatan yang baik itu adalah bagaimana kita bisa mengonsumsi makanan yang seimbang dengan mengatur konsumsi GGL dengan baik.
“Mereka itu mikir bahwa intinya makan yang banyak, yang penting sehat, (serta) yang terlihat gemuk itu sehat dan yang kurus itu sakit. Padahal yang gemuk belum tentu sehat, yang kurus juga belum tentu sakit,” jelas Afrianto.
Tak hanya stigma di para peserta, Afrianto dulu juga meyakini hal yang sama. Namun, semenjak mengetahui cara mengatur porsi makan yang baik dan pembatasan GGL dari kelas materi dan sesi mentoring yang difasilitasi Seribu Projects, pandangan Afrianto pun ikut berubah. Dengan demikian, sebelum memberikan materi kepada peserta, Afrianto telah menerapkan pola makan sehat ini kepada dirinya terlebih dahulu.
“Karena kemarin itu dari mentoring juga, disampaikan bahwa coba jangan dulu berikan sosialisasi, tapi juga terapkan dalam diri sendiri, pasti kalian akan merasakan (manfaatnya). Ketika kalian merasakan, maka dengan mudah kalian menyampaikan bagaimana manfaatnya bagi kesehatan tubuh kalian di masyarakat,” ucap Afrianto.
Hasil yang Memuaskan dan Berdampak
Meskipun sempat mendapatkan tantangan dalam memastikan kehadiran peserta pada dua hari sebelum pelaksanaan acara, Afrianto tetap dapat sukses menyelenggarakan proyek sosialnya berkat ketanggapan dan inisiatifnya. Fleksibilitas target audiensnya yang bergeser pada Dewan Kerja dan komunitas daerah setempat menjadikan proyek sosialnya dapat dihadiri oleh berbagai kalangan usia.
Selain itu, rasa cemas yang Afrianto alami pun dapat terbayarkan dengan tingginya rasa antusias peserta untuk aktif menyimak dan mengikuti kegiatan edukasi pembatasan GGL dalam proyek sosialnya ini.
Terlebih, Afrianto juga meyakini bahwa sebagian besar peserta telah memahami materi yang ia sampaikan. Melalui metode pre-test dan post-test yang dilakukannya, Afrianto menyebutkan bahwa pemahaman peserta terhadap pembatasan GGL yang awalnya hanya berada di angka 30% menjadi meningkat sebesar 80% setelah proyek sosialnya selesai.
Tak hanya sampai di situ, Afrianto yang masih berhubungan baik dengan para pesertanya juga mendapati perubahan pola perilaku makan mereka yang menjadi lebih sehat. Misalnya, mereka mulai mengontrol asupan makanan dengan baik serta terbiasa membaca komposisi pada label kemasan makanan saat berbelanja.
Program yang Menarik Bagi Afrianto
Secara keseluruhan, Afrianto merasa program NutriWISE ini sangat menarik karena bukan hanya difasilitasi dana saja, tetapi para ambassador juga dibekali materi dan diberikan mentor yang membantu mengawal perancangan hingga eksekusi proyek sosialnya.
Selain itu, dari acara yang telah diselenggarakan kemarin, Afrianto juga mendapatkan banyak output dari peserta yang ingin kegiatan ini diulang lagi dengan audiens yang lebih luas ke masyarakat di kota Ambon. Terlebih karena masyarakat setempat memang masih banyak yang awam mengenai pembatasan GGL ini.
“Karena aku sejak dari SD sampai sekarang, belum pernah melihat ada sosialisasi soal (pembatasan GGL) ini. Makanya, ini sangat luar biasa dari Seribu Projectuntuk terus meningkatkan kegiatannya,” ungkap Afrianto.
Selain itu, Afrianto juga berharap ke depannya agar program NutriWISE ini dapat lebih banyak berkolaborasi dengan generasi muda lainnya dari seluruh Indonesia, sehingga teman-teman yang di pelosok pun dapat mengetahui gerakan pembatasan GGL ini.
#NutriWISE #PembatasanGGL #EdukasiGizi #PolaMakanSehat #SosialisasiKesehatanMaluku